Review Queen Gambit (2020) & A Ghost Story (2017)


 Source: Google Images



Aku mereview series dan film ini kujadikan satu. Karena jujur udah agak-agak lupa karena saking ketimbun sama tontonan lainnya. Udah pengen nulis dari sebelum-sebelumnya gitu, tapi ketunda terus. Maklum, manusia-manusia malas ya gini.

Sampai lupa juga, aku nonton Queen Gambit dulu atau A Ghost Story dulu, ya? Kita review seriesnya dulu aja deh. Aku mencoba untuk tidak spoiler untuk me-review kedua tontonan ini. Bismillah ajaaaaa.

The Queen's Gambit merupakan series original Netflix yang tayang pada tahun 2020 lalu. Dibintangi oleh Anya Taylor-Joy sebagai Elizabeth Harmon atau biasa dipanggil Beth sebagai pemain utama. Mengusung cerita mengenai olahraga catur.

Series atau miniseries ini diadaptasi dari novel yang berjudul sama dengan judul miniseriesnya, ditulis oleh Walter Tevis dan terbit pada tahun 1983. Cerita ini sebenarnya bergenre fiksi sejarah karena pada zaman tersebut tidak ada grand master perempuan yang menang mengalahkan pecatur laki-laki.

Jelas sekali bahwa series ini mengusung tema feminisme dan memperlihatkan adegan-adegan yang pada zaman tersebut mungkin tidak umum dilakukan oleh seorang perempuan. Seperti kita ketahui pada series ini Beth Harmon digambarkan sebagai orang yang kecanduan obat-obatan dan alkohol karena faktor latar belakang kehidupannya.

Beth Harmon pada awalnya juga mendapatkan perlakukan seksisme. Bahkan dia udah bertanding sampai tingkat internasional. Tetep aja dapat perlakuan seksisme. Dari hal tersebut terlihat jelas bahwa miniseries ini mengangkat isu tentang seksisme.

Pada awal-awalnya kita pasti ditampilkan kemenangan Beth Harmon dalam setiap pertandingan. Tapi ada juga episode-episode yang memperlihatkan kalau dia kalah. Beth juga mempunyai sisi negatif yang dapat membuatnya dikalahkan. Ia mempunyai amarah terpendam.

Kalau kita tahu masa lalu dia, kita jadi paham banget kenapa karakternya seperti itu. Dia juga merasa kesepian, apa lagi saat orang-orang terdekatnya mulai meninggalkannya. Namun ada saat di mana ia menyadari bahwa ia tidak sendiri dan sebenarnya banyak yang mendukungnya.

Miniseries ini berpesan bahwa usaha tidak mengkhianati hasil. Jatuh bangun berkali-kali, membuat kita semakin kuat. Kalah bukan berarti kita adalah pecundang. Aku pernah denger kata-kata kayak gini, "kekalahan adalah kemenangan yang tertunda". Namun aku lupa kata-kata tersebut dari siapa.

Selanjutnya kita bahas tentang film yang berjudul A Ghost Story. Film ini lebih sedih dari miniseries yang aku jelasin di atas. Beneran. Karena cuma awal-awalnya doang mungkin kita nggak ngerasa sedih. Tapi adegan seterusnya banyak hal-hal sedih.

Ini bukan film horror, kok. Kalau aku lihat di google genrenya supernatural drama. Tapi karena di judul ada kata 'Ghost'-nya, aku udah antisipasi nonton film ini di siang hari, hahaha. Maklum, udah ke-trigger duluan sama judul. Padahal setelah nonton, ya, nggak serem. Malah sedih.

Menceritakan tentang suami istri yang dari film ini selesai kita nggak bakalan tahu siapa nama mereka. Tokoh utamanya diperankan oleh Casey Affleck dan Rooney Mara. Kalau lihat di Google itu nama tokoh utamanya cuman dikasih inisial aja. C untuk tokoh utama cowok dan M untuk istrinya, tokoh utama cewek.

Diceritakan C dan M ini pindah ke rumah baru, hidup bahagia seperti suami istri ideal pada umumnya. Hingga suatu hari C kecelakaan mobil dan itu membuatnya meninggal. Kemudian C tersebut menjadi hantu dan kembali ke rumahnya untuk melihat kehidupan istrinya.

Tentulah kepergian C membuat M sangat terpukul. Bagian paling epic kita akan disuguhkan adegan M makan pie dan itu di shoot lama banget, sekitar lima menitan, pasca kepergian C. Ya, bener sih, makan jadi nggak enak karena habis ditinggal. Tapi epic banget produsernya, adegan makan pie aja sampai 5 menit lamanya.

Tapi dari adegan tersebut kita jadi tahu bahwa emang pahit banget ketika kita kehilangan seseorang. Semua kegiatan yang kita lakukan tidak membuat kita bersemangat di saat itu. Berbulan-bulan M berkabung. Hingga pada akhirnya M pun berusaha untuk mengikhlaskan kepergian C.

Film ini memang berkisah menurut kacamata hantu, atau orang yang sudah meninggal. Karena kita akan melihat dari sudut pandang C yang sudah meninggal. Saat ia kembali lagi ke rumahnya, melihat istrinya yang sedang berduka, hingga kejadian-kejadian yang silih berganti di rumahnya.

Hidup terus berjalan dan dia masih di sana seperti arwah penasaran yang menunggu sebuah jawaban agar dia dapat pergi ke akhirat dengan tenang. Alur filmnya dibuat maju mundur.

Kita ditampilkan di sini bahwa sosok hantu itu malah tidak jahat, tidak seperti yang kerap digambarkan di film-film horror. Sebagai seorang hantu, ternyata hantu itu kehidupannya malah kesepian.

Nanti di sini hantunya nggak cuma si C aja. Ada hantu lainnya juga. Cewek. Dia juga sama menyedihkannya seperti C. Menunggu sesuatu yang tidak pasti, yang membuat jiwanya harus berada di dunia, belum bisa untuk pergi ke akhirat karena masih ada sesuatu yang menahannya.

Kehidupan terus berjalan. Si C tetap jadi hantu. Tidak ada yang peduli dengannya, karena memang tidak ada yang bisa melihat hantu. Kecuali jika mempunyai indra keenam, ya, hehe. C mengamati kehidupan orang lain, dan begitu seterusnya.























PS: Happy Eid Al-Adha 1443 H 🐏

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisa Bahasa Inggris, sih, Tapi Nggak Pro

Review Film Kereta Berdarah (2024)

Arti Sebuah Kehilangan