Bisa Bahasa Inggris, sih, Tapi Nggak Pro

Dulu waktu pandemi covid-19, sekitar tahun 2020 - 2021, aku tertarik belajar bahasa Inggris. Nggak jelas juga apa yang membuat aku tertarik, soalnya nggak ada motivasi apa-apa gitu. Cuma sekedar tertarik aja dan mengisi waktu luang karena di rumah aja.

Padahal sewaktu masih sekolah, aku nggak tertarik sama sekali dengan bahasa Inggris. Biasa aja, sih, sama pelajaran bahasa Inggris. Benci juga enggak, tertarik juga enggak.

Waktu pandemi itu aku emang excited banget sama kegiatan online. Banyak yang aku ikutin. Ikut kelas menulis online, webinar dengan topik yang macem-macem. Webinar parenting, webinar public speaking, webinar kepenulisan, webinar tentang TOEFL, webinar tentang jodoh pun juga ayok aja. Pokoknya banyak webinar yang aku ikuti selagi topiknya menarik. 

Aku juga sering banget ngikutin webinar tentang kuliah di luar negeri pakai beasiswa. Menarik aja, sih, bagiku. Cuma bisa halu 'siapa tahu bisa kayak mereka, bisa kuliah ke luar negeri'. Hanya saja, aku sendiri nggak punya niatan gitu, niat untuk ambis pingin kuliah ke luar negeri. Cuma sekedar halu memuaskan fantasi aja. 

Aku ikut webinar tersebut karena ingin tahu pengalaman mereka yang kuliah ke luar negeri pakai beasiswa. Menarik bagiku. Cerita bagaimana mereka survive di negeri orang. Khususnya bagi orang muslim yang kuliah di luar negeri—di negara minoritas muslim.

Sewaktu pandemi itu, aku tidak mempunyai uang kalau harus kursus bahasa Inggris. Akhirnya, aku nyari-nyari di internet, grup WhatsApp untuk belajar bahasa Inggris. Ternyata banyak juga orang yang share link grup belajar bahasa Inggris lewat WhatsApp. Jadi aku belajar otodidak.

Kemampuanku, sih, masih basic aja kali, ya. Soalnya kalau daily conversation without grammar aku bisa, misal chating-an sama orang luar negeri gitu. Kan, kalau bahasa chating itu biasanya without grammarly. Beda kalau mau nulis tulisan artikel, buku atau karya tulis ilmiah. Bahasa Inggrisnya harus bener grammar-nya.

Bisa dibilang aku bukan pro player dalam bahasa Inggris. Mungkin kemampuanku masih beginner atau elementary. Bahkan masuk intermediate aja aku masih ragu. Apa lagi tingkat advanced, masih jauh banget.

Contoh, aku kesulitan memahami jurnal berbahasa Inggris. Menurutku bahasanya ilmiah banget dan waktu aku baca, aku kesulitan untuk memahami isinya. Beda sama artikel ringan yang level bahasa Inggris-nya masih basic, aku masih bisa mengerti.

Sampai saat tulisan ini ditulis pun aku masih sering memakai bantuan google translate jika chating-an dengan kawan luar negeri atau kalau mau bikin tulisan yang berhubungan dengan bahasa Inggris.

Sekitar akhir tahun 2021, sahabatku share info dari kampus tentang exchange student di grup WhatsApp. Exchange student tersebut bernama Study of the United States Summer Institute (SUSI) for Student Leaders 2022.

Aku iseng aja ikut. Tujuanku hanya ingin ngetes kemampuan bahasa Inggrisku itu seberapa, sih. Waktu di suruh bikin personal statement aja aku masih pakai bantuan google translate

Namun karena sering ikut webinar mengenai orang yang kuliah di luar negeri pakai beasiswa, aku tahu cara bikin personal statement yang bagus. Ilmu itu aku terapkan untuk membuat personal statement waktu seleksi SUSI. Tapi jangan ditanya sekarang gimana caranya bikin personal statement yang bagus, sekarang aku udah lupa caranya gimana.

Nggak nyangka, sepertinya berkat ilmu itu aku dapat masuk 15 besar kandidat yang terpilih untuk seleksi SUSI di tingkat kampus. Soalnya nanti yang bakal mewakili kampus itu hanya satu orang saja. Ini aku masih ikut seleksi dari pihak kampus. Pihak kampus mencari satu orang mahasiswa untuk mewakili kampus dalam SUSI Exchange Student 2022.

Kemudian aku tidak menyangka, aku bisa masuk sampai lima besar dan tiga besar. Waktu tes wawancara, aku hanya menggunakan formula bagaimana cara wawancara yang bagus yang aku dapat dari webinar-webinar yang aku ikuti. Cuma jangan ditanya bagaimana caranya aku wawancara menggunakan bahasa Inggris waktu itu. Masih sangat belepotan.

Masuk 15 besar, lima besar dan tiga besar itu membuatku menjadi ada keinginan juga ingin terpilih. Namun sebenarnya dalam diri sendiri masih ada rasa takut jika terpilih karena aku sadar kalau diri ini masih belum layak untuk exchange student ke luar negeri. Aku menyadari tujuanku daftar SUSI pada awalnya juga hanya sekedar iseng ingin tahu kemampuan bahasa Inggris ku seberapa.

Orang tuaku pun juga tidak menyetujui. Beliau tidak tega aku pergi ke luar negeri. Dari pihak keluarga sahabatku pun juga tidak menyetujui jika aku sampai terpilih mewakili kampus untuk exchange student tersebut. Mama sahabatku sampai berdoa agar aku tidak terpilih. Mereka tidak tega aku pergi ke luar negeri. Kehidupan di luar negeri tidak seenak di negeri sendiri.

Sahabatku mendukung aku mengikuti seleksi exchange student tersebut, namun di sisi lain dia ada rasa khawatir juga kalau misal aku terpilih. Dia tidak tega sama aku. Namun, dia bilang aku keren banget bisa sampai masuk tiga besar.

Dan, voila! Qodarullah, aku hanya bisa sampai di tiga besar saja. Sempat ada perasaan kecewa dalam hatiku karena tidak terpilih. Namun rasa kecewa itu tidak mendalam. Dari awal pun aku sudah sadar diri dengan kemampuanku. Ada yang lebih niat dan persiapannya lebih matang, juga lebih bisa dari aku. Aku tahu, rasa kecewaku itu karena sewaktu masuk sampai 15 besar, lima besar dan tiga besar, aku mulai halu berekspektasi.

Tentu saja kecewa itu hanya kecewa biasa saja. Tidak sampai yang berlarut-larut. Aku pun sangat setuju dengan pilihan kampus untuk memilih kak Dhohan Firdaus sebagai perwakilan kampus dalam SUSI Exchange Student.

Waktu seleksi itu, aku juga ketemu dengan kandidat yang keren-keren. Cuma aku aja yang biasa aja. Dua orang kandidat sebelumnya sudah pernah ikut exchange student. Kak Tuti pernah exchange student di Malaysia. Zulfa temen satu angkatanku yang beda jurusan pernah exchange student di Turki. 

Tiga orang termasuk diriku memang belum pernah ikut exchange student. Namun dua orang temanku ini nggak kalah keren juga. Risma temen satu angkatanku, dia dari jurusan Aqidah dan Filsafat Islam (AFI). Nggak bisa ngebayangin, deh, anak AFI pemikirannya kayak apa. Aku yang otaknya pragmatis ini belum bisa nyambung dengan bahasa mereka yang tinggi.

Kak Dhohan meskipun belum pernah exchange student, namun dia bener-bener sudah persiapan banget buat masa depannya. Kak Dhohan bisa bahasa Inggris. Udah ikut TOEFL dan nilainya juga bagus. Kalau nggak salah bisa bahasa Arab juga (cmiiw).

Terpilihnya kak Dhohan sebagai kandidat SUSI pun, dia harus mengorbankan untuk menambah semester lagi buat lulus dan nggak bisa ngejar lulus 3,5 tahun atau 4 tahun (kuliah tepat waktu), cmiiw. Dari SUSI pun membuka jalan dia untuk pergi ke luar negeri. Aku lihat di Instagramnya, sekarang dia banyak banget mengikuti kegiatan luar negeri. Jadi sekarang sering bolak balik ke luar negeri.

Zulfa pun dari dulu dan sekarang aktif banget dalam dunia sosial dan kemanusiaan. Pantes dia ambil jurusan Psikologi Islam (PI). Dia sering banget ikut kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan. Terus dia buka layanan konseling buat anak dan remaja, exchange program, CV, artikel, esai, motlet, jurnal, penelitian, dan lain-lain.

Makasih ya, Zul, kamu ramah banget waktu aku minta follow back akun Instagram aku, meski respon kamu slow banget. Aku tahu, kamu sibuk banget. Tapi sibuk yang bermanfaat. Yang mau mampir ke blognya Zulfa boleh banget. Kunjungi www.wonoilmu.blogspot.com.

Kak Tuti, kalau aku lihat di Instagramnya, doi sekarang kerja sebagai finance accountant dan freelance digital marketing. Sesuai dengan prodi dia di kampus, yaitu Akuntansi Syariah. 

Risma ... Doi nggak ada kabar, sih. Tapi anaknya ramah. Aku stalk tentang Risma di google, ternyata doi jadi peneliti di IJIR (Institut for Javanese Islam Research). IJIR merupakan pusat studi penelitian Islam Jawa milik kampus tempat aku belajar. Terus doi lagi persiapan mau lanjutin program magister di CRCS UGM. Buat Risma dan semuanya semoga kalian dalam lindungan Allah.

Sempet gara-gara aku ikut SUSI exchange student ini, aku jadi terkenal juga dikalangan satu prodi. Misal, ada temen satu prodi ku tahu nama aku, tapi aku nggak tahu nama mereka karena aku nggak kenal.

Temen SMA ku satu kelas waktu aku masuk entah berapa besar aku lupa dalam seleksi tingkat kampus itu, dia ngucapin selamat ke aku. Namun aku kayak mikir gitu, sih. Dulu dan sekarang kita nggak deket, tapi kok waktu aku jadi terkenal tiba-tiba muncul dan ngucapin selamat. Nggak boleh suuzon. Terima kasih udah diberi ucapan selamat.

Beban juga ternyata ikutan seleksi exchange student kayak gini. Orang-orang pada ngiranya aku udah pro player dalam bahasa Inggris, padahal mah naik ke level advanced aja masih jauh banget, nggak tahu kapan. Ngomong bahasa Inggris masih terbata-bata. Baca jurnal bahasa Inggris? Masih mumet.

Orang-orang itu pada melabeli kalau aku 'pintar bahasa Inggris'. Gara-gara aku ikut SUSI exchange student, namaku jadi naik di jurusan. Itu beban banget buat aku. Jujur aku pribadi masih belum percaya diri dengan bahasa Inggris ku sendiri.

Padahal teman-temanku pun banyak yang bisa bahasa Inggris. Bisa jadi juga level bahasa Inggris mereka lebih tinggi daripada aku. Entah kenapa mereka nggak ada yang nyoba ikutan seleksi SUSI exchange student. Barangkali belum berminat. Bisa jadi.

Aku, sih, pinginnya nggak dilabeli 'pintar bahasa Inggris'. Emang kenyataannya masih belum pinter. Masih butuh banyak belajar supaya bahasa Inggris ku bisa naik level.

Sayangnya waktu tahun 2022, karena kesibukan kuliah, aku berhenti belajar bahasa Inggris. Udah out juga dari grup belajar bahasa Inggris di WhatsApp. Saat ini pun minat belajar bahasa Inggris ku lagi turun. Aku masih belum melanjutkan belajar bahasa Inggris kembali.

Belum ada tujuan apa pun juga yang ingin aku capai. Jadi untuk saat ini aku enjoy aja. Untuk pencapaian teman-temanku di atas seperti kak Dhohan, kak Tuti, Zulfa dan Risma, aku tidak pernah iri dengan mereka. Aku adalah orang yang setuju banget waktu yang kepilih itu kak Dhohan, karena emang dia yang layak untuk jadi wakil kampus.

Semua orang punya jalannya masing-masing dan itu nggak bisa dibanding-bandingin. Aku menikmati hidupku yang sekarang. Yang mengalir aja gitu. Meski mungkin kehidupanku sederhana aja. Nggak se wow orang-orang.

Semangat teman-teman. Terima kasih atas pengalaman berharga di waktu itu. Meski kita tidak kenal dekat, tapi itu pengalaman singkat yang bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film Kereta Berdarah (2024)

Arti Sebuah Kehilangan