Saya nggak tahu

 


Saya nggak tahu.

Saya nggak tahu dengan keadaan saya. Terkadang saya ingin menangis tanpa alasan yang melatarbelakanginya. Rasanya saya nggak ingin tidur, karena kalau terbangun, perasaan ini jadi sangat hampa.

Saya hanya bermain-main ponsel, men-scrolling sana-sini, tanpa tahu apa arti dari kegiatan yang saya kerjakan. Mata ini menuju layar ponsel, namun pikiran sedang kemana-mana.

Tersadar ponsel pun tak menenangkan hati dan pikiran saya saat ini. Saya berjalan menuju pintu belakang rumah, dan mulai membuka pintunya. Ada sebuah hutan di sana.

Jika saya suntuk, saya pernah ke sana hanya untuk melihat gelapnya malam dengan terangnya bulan purnama. Hawa dingin langsung menyelusup kedalam pori-pori kulit kusam saya, sewaktu kaki ini berhasil melangkahkan kaki di tanah yang kering.

Harumnya udara malam mulai memenuhi indera penciuman saya. Hmm, saya suka aroma malam. Sangat menenangkan. Sampai kapan nuansanya bisa seperti ini, rasanya tidak ingin berlalu dari merasai kesunyian ini.

Saya tahu bapak akan marah-marah karena mengira saya sedang buang air, namun tidak membawa alat penerangan. Di rumah, tempat untuk membuang air besar memang masih jarang. Jika kita tidak punya WC, kita bisa menumpang buang air ke jamban tetangga yang lokasinya dibelakang rumah, dengan banyak pohon-pohon.

Sebenarnya ini kurang tepat jika disebut hutan. Mungkin masuk kategori kebun. Kurang lebih sekitar 150 meter dari kebun ini, terdapat sungai yang kondisinya tidak terawat. Kadang air sungai tersebut tidak ada di musim kemarau. Namun, tiba-tiba akan banjir di musim hujan.

Bapak membuyarkan lamunan saya, yang sedang membayangkan kebun belakang rumah adalah sebuah hutan sunyi yang menenangkan.

Daripada keburu mendengar, "Kalau buang bawa senter, disana gelap, nanti kalau ada ular kamu nggak tahu". Sebuah bentuk kekhawatiran dari bapak yang mirip seperti sedang mengomel ala ibu rumah tangga. Mungkin seorang bapak memang suka kikuk memberikan sebuah perhatian lembut.

Maaf, sebenarnya saya tidak sedang buang air. Hanya saja ... Sudahlah, tidak usah dijelaskan.

Baiklah, aku pulang. Lagi pula mendung hitam mulai menebal, sepertinya akan hujan. Kulangkahkan kaki menuju rumah tanpa menoleh ke belakang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisa Bahasa Inggris, sih, Tapi Nggak Pro

Review Film Kereta Berdarah (2024)

Arti Sebuah Kehilangan